Abstrak: Tulisan ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan
besar, tentang kondisi bangsa yang telah dikaruniai nikmat demikian besar dan
luas; laut dengan segala kekayaan di dalamnya. Namun belum juga mampu
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam memberikan kesejahteraan, dan
mengentaskan kemiskinan bagi rakyatnya. Sementara jumlah penduduk bangsa ini
demikian menakjubkan yakni 190 juta dari penduduknya adalah muslim. Umat ini
telah memiliki al Qur'an sebagai pedoman hidup; tersebut di dalamnya tentang laut,
fungsi dan kekayaannya. Pertanyaan selanjutnya apakah pedoman ini belum
memberikan artikulasi yang pas, bagaimana implementasi logis dari ayat yang
akan senantiasa shalih li kulli makan wa zaman ini. Pendekatan tafsir
maudhu'i dibarengi dengan pemahaman yang holistic akan mampu memberikan masukan
yang berharga sehingga pada akhirnya umat Islam akan mampu berperan lebih aktif
dan banyak dalam mensejahterakan komunitasnya. Sudah saatnya bangsa ini bangun
dan menjadi besar dengan landasan kelautan dan perikanan sebagai prime mover
dalam pembangunan. Nelayan akan merasa bangga sebagai nelayan yang tercukupi
hajat kehidupannya; dengan adanya pengaturan dan pengelolaan sumber daya alam
ini dengan baik dan benar. Jadilah umat ini umat yang terbaik, the best and
chosen society.
Key
words: artikulasi, tafsir maudhu'i, prime mover, the best and chosen society.
I. Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Jumlah yang
besar ini mengindikasikan pula kekayaan biodiversity yang dipunyai Indonesia.
Dalam buku yang dikeluarkan Conservation International : “Megadiversity : Earth’s Biologically Wealthiest Nations” (1998)
disebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dalam hal keanekaragaman
hayati. Namun eksplioitasi berlebihan pada sumberdaya hayati sekarang ini
menjadi isu kritis, dan menjadi masalah dari manajemen biodiversiti. Isu
terakhir yang banyak menyita perhatian adalah kerusakan terumbu karang (coral reef), karena perannya yang
sentral dalam ekosistem laut.[1]
Dengan panjang pantai 81.000 km
indonesia bisa dikatakan negara yang memiliki paling banyak ragam terumbu
karang di kawasan Asia Pasifik. Dari hasil penelitian P3O-LIPI sudah berhasil diidentifikasi 354 tipe dan 75
famili terumbu karang. Terumbu karang mempunyai peran penting. Dengan
keberadaannya, pantai dan desa-desa yang terletak di dekat pantai terlindungi
dari hantaman ombak. Terumbu karang juga merupakan komponen penting untuk
bermacam-macam produk manufaktur, seperti farmasi, kesehatan dan industri
pangan. Juga untuk turisme, variasi terumbu karang yang berwarna-warni dan
dalam bentuk yang memikat merupakan atraksi tersendiri untuk orang-orang asing
maupun turis domestik, sebagaimana misalnya di Maluku dan Sulawesi Utara.
Adapun yang jarang diketahui orang adalah kemampuan terumbu karang dalam
memproduksi oksigen sebagaimana hutan di daratan.[2]
Adalah penelitian Jerry Allan dan Bridge
yang keduanya ahli kelautan handal, bahwa pusat keanekaragaman hayati di
Indonesia dinamakannya ‘parrol tri angle’
yang terletak antara wilayah maluku, banda, dan Sulawesi-NTB. Semakin jauh
dari wilayah itu, kwalitas keanekaragaman hayati semakin rendah. Begitu juga
dalam arus arlindo yang terjadinya percampuran air laut dari samudera pasifik
membuat yang namanya ‘nutrian and richment’ yakni pengkayaan unsur hara
dari nitrogen, pospor dan lainnya selalu ada di laut kita. Secara teoritis hal
ini akan menghasilkan kesinambungan kekayaan tersebut, seperti halnya
keberadaan minyak di arab saudi yang terus mengalir.
- Bangsa Pelaut Sebagai Populasi Muslim Terbesar
Statistik penduduk Islam sedunia
menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia menduduki
rangking teratas. Muslim Indonesia merupakan kumpulan orang Islam yang
berhimpun di satu tempat terbanyak di jagad ini. Secara kuantitas, muslim
Indonesia mencapai jumlah hingga lebih dari 190 juta manusia yang merupakan 87
% dari seluruh penduduk kepulauan terluas di muka bumi. Uniknya, tempat
bermukimnya umat Islam terbanyak berhimpun itu adalah kepulauan terluas di muka
bumi ini. Masya Allah. Tradisi kemaritiman bangsa Indonesia pun juga telah
mendarah daging dan berumur panjang. Hal ini dibuktikan dengan beberapa catatan
sejarah, artefak, peninggalan sejarah serta bahasa dan jejak kebudayaan bangsa
Nusantara yang menyebar dari Madagascar di Lautan Hindia hingga ke Hawaii dan
Marquesas di lautan Pasifik.[3]
B. Permasalahan
Yang menjadi teka-teki, mengapa umat
yang begitu banyak, dan penduduk suatu negeri kepulauan yang telah mengenal
Islam selama lebih dari 13 abad, masih juga belum memperoleh manfaat dari
petunjuk yang diberikan secara berlimpah-limpah di dalam kitab suci pegangannya,
Al Qur’an? Terutama tentang menuai karunia Allah dari lautan. Apakah ada pesan
Al Qur’an yang belum sampai? Atau apakah ada proses penafsiran yang kurang
tepat sehingga, para penganut Islam di negeri kepulauan ini gagal menangkap
pesan-pesan yang amat sangat berharga bagi mengangkat harkat, memakmurkan diri
mereka, menyelamatkan hidup di dunia, sebagaimana juga menjamin kehidupan yang
penuh kenikmatan di akhirat kelak ? Apakah para ulama dan guru-guru agama kita
telah gagal mengartikulasikan dan memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk
mencari rezeki di laut berdasarkan bunyi ayat ”supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” ?
Bagaimana hal ini bisa terjadi ? Padahal apabila inspirasi dari Al Qur’an ini
tidak muncul, maka wajar saja bila ribuan insinyur muslim, teknokrat dan
birokrat putra Indonesia, telah gagal atau paling tidak belum
bersungguh-sungguh dalam “membumikan”, atau lebih tepatnya “melautkan”, pesan
Al Qur’an untuk membangun khayran ummah, the best and chosen society,
yang berwawasan kelautan.
Tulisan ini akan memaparkan secara
singkat bagaimana al Qur’an telah memberikan rambu-rambu pemanfaatan kelautan,
demi rahmat-Nya kepada hamba-Nya agar mereka bersyukur dan mau memikirkan
segenap nikmat-nikmat-Nya. Penulis akan membatasi tulisan pada :
1. Bagaimana al Qur’an berbicara tentang
pemanfaatan kelautan?
2. Apa solusi untuk mengentaskan kemiskinan terutama masyarakat pesisir dari
pemanfaatan kelautan ini?
Dalam kontek ini maka, pemanfaatan kelautan
khususnya di Indonesia ini, akan dikaitkan sebagai satu upaya yang harus segera
dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan penduduknya,
khususnya masyarakat pesisir –nelayan-. Penulis menggunakan pendekatan tafsir
tematik, sebagai satu upaya merefleksikan kebenaran mutlak nash yang tak
terbantahkan ke dalam tataran empiris sensual kondisi masyarakat, khususnya di
Indonesia.
II.
Pembahasan
A.
Pengertian
Tafsir Tematik
Tafsir Tematik dalam bahasa Arab disebut
tafsir maudhu’i. Tafsir maudhu’i terdiri dari dua kata, yaitu
kata tafsir dan kata maudhu’i. Kata tafsir termasuk bentuk masdar (kata
benda) yang berarti penjelasan, keterangan, uraian.[4]
Kata maudhu’i dinisbatkan kepada kata maudhu’, isim maf’ul dari
fi’il madhi wadha’a yang memiliki makna beraneka ragam, yaitu yang
diletakkan, yang diantar, yang ditaruh,[5]
atau yang dibuat-buat, yang dibicarakan/tema/topik. Makna yang terakhir ini
(tema/topik) yang relevan dengan konteks pembahasan di sini. Secara harfiah
tafsir maudhu’i dapat diterjemahkan dengan tafsir tematik, yaitu tafsir
berdasarkan tema atau topik tertentu.
Pengertian tafsir tematik (maudhu’i)
secara terminologi banyak dikemukakan oleh para pakar tafsir yang pada
prinsipnya bermuara pada makna yang sama. Salah satu definisi maudhu’i/tematik
yang dapat dipaparkan di sini ialah definisi yang dikemukakan Abdul Hayyi
al-Farmawi sebagai berikut, yaitu pola penafsiran dengan cara menghimpun
ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun ayat serta
memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan,
uraian, komentar dan pokok-pokok kandungan hukumnya.[6]
Definisi tafsir maudhu’i ini
memberikan indikasi bahwa mufassir yang menggunakan metode dan pendekatan
tematik dituntut harus mampu memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan
topik yang dibahas, maupun menghadirkan dalam fikiran pengertian kosa kata ayat
dan sinonimnya yang berhubungan dengan tema yang ditetapkan. Mufassir menyusun
runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya dalam upaya mengetahui perkembangan
petunjuk al-Qur’an menyangkut persoalan yang dibahas, menguraikan satu kisah
atau kejadian membutuhkan runtutan kronologis peristiwa. Mengetahui dan
memahami latar belakang turun ayat (bila ada) tidak dapat diabaikan, karena hal
ini sangat besar pengaruhnya dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an secara benar.
Untuk mendapatkan keterangan yang lebih luas, penjelasan ayat, dapat ditunjang
dari hadis, perkataan para sahabat, dan lain-lain yang ada relevansinya.
Konsep yang dibawa mufassir dari hasil
pengalaman manusia dalam realitas eksternal kehidupan yang mengandung salah dan
benar dihadapkan kepada al-Qur’an. Hal ini bukan berarti bahwa mufassir
berusaha memaksakan pengalaman manusia kepada al-Qur’an dengan dengan
memperkosa ayat-ayat untuk mengingkari kehendak manusia, melainkan untuk
menemukan pandangan al-Qur’an dalam kapasitasnya sebagai sumber inovasi dan
penentu kebenaran Ilahi yang dikaitkan dengan kenyataan hidup.
B. Langkah-langkah dalam tafsir tematik
Pada tahun
1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada
Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir
Al-Mawdhu'i dengan mengemukakan secara terinci langkah-langkah yang
hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu'iy. Langkah-langkah tersebut
adalah:
(a)
Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik);
(b)
Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
(c) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang asbab al-nuzul-nya;
(d)
Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing;
(e)
Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline);
( f) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis
yang relevan dengan pokok bahasan;
(g) Mempelajari ayat-ayat tersebut
secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai
pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang 'am (umum) dan yang
khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya
bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan
atau pemaksaan.[7]
III. Ayat-ayat Tentang Laut
Dari 6.236
ayat dalam al Qur’an sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang laut
dalam berbagai dimensinya; ada sebagai metafor keluasan ilmu-Nya, ada yang
menunjukkan kewilayahan dalam aktivitas dan tempat yang penuh resiko bagi yang
ada di dalamnya kecuali dengan penguasaan dari Allah swt. Dan beberapa ayat
yang secara khusus mengisayaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran
penduduk negeri.[8]
Tak cuma itu, akurasi Alquran dalam
membahas soal lautan juga terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Alquran
terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung
dalam 13 ayat Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu
sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen
dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini
berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.[9]
Ayat ayat itu antara lain:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي
الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ
مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ
دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)
Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)
-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(QS. Al Baqarah [2] : 164).
وَهُوَ
الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا
مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(14)
Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An Nahl [16] : 14).
رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي
الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا(66)
Tuhan-mu
adalah yang melayarkan kapal-Kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.(QS. Al Isra [17] : 66).
وَمِنْ
ءَايَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ
رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(46)
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu
dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Ar Ruum [30] : 46).
وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ
سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا
طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ
مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(12)
Dan tiada
sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin
lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang
segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan
pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu
dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. (QS. Al Fathir [35] : 12).
اللَّهُ الَّذِي
سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(12)
Allahlah yang menundukkan lautan
untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya
kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al Jatsiyah [45] : 12).
IV.
Penafsiran
Ulama Tafsir
A. As Sa’diy
1. Pada ayat 164 surat al baqarah, dijelaskan
bahwa kapal-kapal atau yang semisalnya yang telah diilhamkan Allah kepada
manusia untuk membuatnya dan berlayar dengan bantuan angin dengan membawa
barang-barang dagangan adalah dengan izin Allah.[10]
2. Ayat 14 surat an Nahl, dikatakan bahwa Allah
sendiri yang menyediakan kebutuhan yang bermacam-macam bagi manusia; dari
berbagai jenis ikan, juga kapal-kapal yang berlayar dari satu negeri ke negeri
lain dengan membawa barang-barang perdagangan dan para penumpang yang
bepergian.[11]
3. Dikatakan pada suarat al Isra’ ayat 66,
sebagai berikut; Allah mengingakan kepada hamba-Nya akan ni’mat ditundukkannya
laut untuk berlayarnya kapal-kapal dan semua berjalan dengan rahmat-Nya dan
kasih sayang-Nya. Dengan mengilhamkan pembuatan alat-alat transportasi laut,
adalah untuk kemakmuran manusia karena rahmat-Nya.[12]
4. Surat Ruum ayat 46, dikatakan dan agar
berlayar kapal-kapal di atas laut dengan kekuasaan-Nya, agar mencari segenap
kekayaan laut dalam pekerjaan dan juga kemaslahatan mereka.[13]
5. Surat Fathir ayat 12, dikatakan lahman
thariyyan adalah ikan yang dimudahkan dalam penangkapannya, dan
mutiara-mutiara serta semua yang terkandung di dalam laut untuk bisa digali.[14]
B. Sayyid Quthb
Dalam
tafsirnya Fi Dhilal al Qur’an, dijelaskan sebagai berikut:
1. Sayyid Quthb dalam memberikan tafsirnya pada ayat
164 surat al Baqarah; وَتَرَى
الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ adalah bahwa kebesaran kapal-kapal yang berlayar
di atas laut dengan segala kemegahan dan muatannya tidak ada apa-apanya
dibanding dengan kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya. [15]
2. Pada ayat 14 surat an Nahl; وَهُوَ
الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ adalah
betapa sangat indahnya pemandangan di permukaan laut dengan kapal-kapal yang
berlayar di atasnya. Kemudian untuk kelanjutan ayat ini dia mengungkapkan bahwa
adalah merupakan kebutuhan yang dharuriy; seperti ikan-ikan yang ada di
dalamnya, dan barang tambang yang dikandung bagi kebutuhan ummat manusia.[16]
3. Ayat
66 surat al Isra’; dijelaskan adalah
merupakan keagungan Allah dalam menundukkan kapal-kapal di tengah dasyatnya
samudara.[17]
4. Surat
Ruum ayat 46; dikatakan bahwa kegunaan laut adalah untuk perdagangan dan
perjalanan (transportasi).[18]
5. Pada
ayat 12 surat Fatir; disebutkan proses terjadinya mutiara, pemanfaatan laut
sebagai jalur perdanganan dan perjalanan, pemanfaatan ikan-ikan yang segar bagi
manusia, perhiasan dan menggunakan air serta kapal-kapal berat.
Bisa penulis katakan bahwa
penafsiran klasik akan lebih condong pada ketauhidan; dengan mengusung terma
kekuasaan dan rahmat Tuhan bagi manusia. Sebab karena kekuasaan-Nya lah semua
bisa dimanfaatkan bagi manusia.
V.
Kemanfaatan
Laut
Pada zaman dahulu (sebelum Islam datang dan masa awal Islam sampai abad
pertengahan) fungsi laut adalah sebagai salah satu jalur transportasi yang
sangat populer bagi manusia setelah jalur darat, laut memberikan kontribusi
yang sangat luas bagi kemakmuran hidup manusia. Ini bisa dimaklumi dikarenakan
secara geografis pun komposisi laut jauh lebih besar dari pada daratan.
Sehingga manusia senantiasa berusaha dengan segala upaya agar mampu
memanfaatkan jalur ini untuk kepentingan perdagangan mereka dan juga
kepentingan transportasi laut lainnya.
A. Sarana
Transportasi
Manfaat laut untuk kepentingan transportasi ini sudah dijelaskan dalam
firman-Nya di surat al Baqarah ayat 164; وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا
يَنْفَعُ النَّاسَ “dan kapal-kapal yang berlayar di lautan
dengan membawa apa yang bermanfaat bagi manusia”.
Dengan segala bentuk aktivitas para nelayan dan mungkin juga dari angkatan
perang yang memanfaatkan jalur ini tentu harus dalam koridor senantiasa untuk
melakukan inovasi-inovasi agar lebih maju baik dari segi peralatan dan sarana
pendukung agar mampu menundukkan segenap bencana yang ada di laut apakah itu
badai, kehilangan arah dan tidak adanya angin yang membuat kapal-kapal
konvensional berhenti tidak mampu bergerak, Allah juga berfirman: وَمِنْ
ءَايَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ
رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan
kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan
perintah-Nya. Itulah mengapa kita senantiasa dimaklumkan oleh Allah untuk
senantisa memikirkan kondisi alam yang demikian menakjubkan ini, di mana semua
harapan inovasi ini hanya akan bisa dilakukan bagi mereka yang mau
memikirkannya.
Sebagai jalur transportasi laut yang mengantarkan manusia kemana yang
dia mau, dari satu negeri ke negeri lain, dari satu pulau ke pulau lain; dengan
berbagai kepentingannya apakah sebagai transportasi perang, perdagangan, atau
ekspedisi biasa. Hal ini tidak akan bisa ada tanpa rahmat-Nya yang menundukkan
kapal-kapal yang berlayar itu dan juga laut dengan segalam gejala alam yang
melingkupinya.
B.
Lahan
Eksploitasi di Dalamnya
1. Sumber Hayati
Inilah keistimewaan agama Islam yang telah begitu sempurna memberikan
ajarannya kepada para pemeluknya dengan memberikan hukuman halal bagi segenap
hewan-hewan laut baik yang masih hidup dalam proses penangkapan atau pun sudah
mati ketika ditangkap.
Bisa dibayangkan laut yang mempunyai prosentasi 70% dibandingkan dengan
daratan, tentu keanekaragaman hayatinya jauh lebih banyak dibandingkan dengan
daratan, kemudian akan dilabeli haram tentu akan sangat menyusahkan manusia
yang akan memanfaatkan kekayaan yang terkandung di dalamnya.
a. Hewan-hewan Laut
Dalam konteks Indonesia jenis Fauna yang ada di lautan Indonesia
sungguh sangat luar biasa banyaknya, apalagi untuk kawasan timur Indonesia.
Jenis ikan yang ada di Indonesia ratusan bahkan ribuan spesies. Tentu sangat
besar kemanfaatannya jika dikelola dengan baik dan tanpa eksploitasi yang tidak
bertanggung jawab.
Betapa dengan perairan yang dimiliki bangsa ini, sudah dapat diduga
dengan kurang optimalnya pengamanan akan memberikan implikasi banyaknya
pencurian kekayaan kita oleh orang-orang luar Indonesia, lihat tabel.
Memang kepemilikan menurut Islam; utamanya masalah air (baca: laut dan
kandungan di dalamnya) ini tentu milik umum, sehingga tiap individu dapat
memanfaatkannya namun kita harus menyerahkan urusan pengelolaannya kepada negara
agar dapat dijaga adanya monopoli di antara anggota masyarakatnya.
b. Flora
Rumput laut adalah tumbuhan yang paling populer di antara kita karena
kita sudah lama memanfaatkan ini. Namun tentu masih banyak tumbuhan-tumbuhan
lain yang ada di dalam laut yang menantang kita untuk memanfaatkannya. Taman
Bawah Laut Bunaken di laut Sulawesi adalah satu di antara sekian banyak
komunitas bawah laut yang dapat dinikmati dan memberikan income bagi para
pengelola; Pemda dan juga untuk warga sekitar dengan memberikan pelayanan jasa
boga atau tempat peristirahatan.
2. Sumber non Hayati
Barang-barang tambang
seperti emas, perak dan logam-logam lainnya tentu bukan tidak mungkin juga
terdapat di dalam laut, sebagaimana sudah dieksplorasi dan dieksploitasi
barang-barang tambang lainnya di daratan, sebagaimana firman-Nya : وَتَسْتَخْرِجُونَ
حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَ"
“dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu
memakainya”.
Bahan bakar minyak adalah
sumber langka yang walaupun termasuk dalam golongan sumber alam yang tidak
mampu untuk diperbaharui namun tidak dapat dipungkiri sumber cadangannya juga
cukup besar dan berada dilepas pantai.
Allah mengisyaratkan ini
dengan ayatnya: وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ “dan laut yang di yang
menyala”,
mungkin karena kandungan minyak yang ada di dalamnya yang sangat besar sehingga
nantinya akan mengakibatkan ledakan besar dari bahan bakar ini pada saatnya, wallahu
‘alam.
Merupakan tugas para
insinyur dan para ahli serta negara
dalam melaksanakan eksplorasi setiap saat dan senantiasa dikembangkan demi
kesejahteraan yang merata.
C.
Nelayan
dan Kemiskinan
Apa yang telah dipaparkan
di muka tentang kelautan tidak bisa dilepaskan dari kata nelayan[19], kelompok masyarakat yang
senantiasa dikaitkan dengan masalah kemiskinan.
Bermukim dekat laut dengan beragam jenis ikan dan sumber daya kelautan
lainnya selama ini tidak membuat masyarakat pesisir hidup berkecukupan. Justru
kemelaratanlah yang begitu akrab dengan kehidupan sebagian besar mereka.
Kemiskinan memang dialami sekitar 90 persen atau 119 juta penduduk yang tinggal
di wilayah pantai. Jumlah masyarakat pesisir ini mencapai 60 persen dari
penduduk Indonesia. Sementara
kalau dilihat dari potensi bangsa Indonesia ini, tentu sangat ironis terjadi
hal yang demikian, tentu ada hal yang salah dalam pengaturan semua ini.
Sebut misalnya Riau, yang meski
tergolong provinsi terkaya di Indonesia, 42 persen penduduknya berada di bawah
garis kemiskinan. Mereka itu umumnya adalah masyarakat pesisir. Ini seperti
yang diungkapkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau Prof Dr
Tengku Dahril dalam kunjungan kerja Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil Prof Dr Widi Agus Pratikto.[20]
Segala sumber tambang dan
kekayaan laut di Indonesia harus dilindungi agar mampu memberikan kemanfaatan
yang merata dan memberiakan kesejahteraan bagi penduduknya. Walaupun sebagai
mana diungkapkan di atas laut dan kekayaannya adalah milik umum namun harus ada
campur tangan pemerintah untuk mengatur ini. Sehingga prakteknya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara, dan
hasilnya (keuntungannya) dikembalikan kepada masyarakat. Bisa dalam bentuk
harga yang murah, atau bahkan gratis, dan lain-lain. Adanya pengaturan
kepemilikan umum semacam ini, jelas menjadikan aset-aset startegis masyakat
dapat dinikmati bersama-sama. Tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang,
sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa; sebagaimana yang tejadi dalam
sistem kapitalis.
D.
Problematika
Kepemilikan
Ketidakseimbangan ini akan bisa kita telusuri dari
masalah kepemilikan. Pengaturan kepemikikan memiliki hubungan yang sangat erat
dengan masalah kemiskinan dan upaya untuk mengatasinya. Syariat Islam telah
mengatur masalah kepemilikan ini, sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
munculnya masalah kemiskinan. Bahkan, pengaturan kepemilikan dalam Islam,
memungkinkan masalah kemiskinan dapat diatasi. Pengaturan kepemilikan yang
dimaksud mencakup tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan
kepemilikan, dan pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
Bagaimana pengaturan kepemilikan ini dapat mengatasi masalah kemiskinan, dapat
dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:[21]
1.
Jenis-jenis kepemilikan
Syariat Islam mendefinisikan kepemilikan sebagai izin dari as-Syari’
(Pembuat Hukum) untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Terdapat tiga macam
kepemilikan dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan
kepemilikan negara.
a. Kepemilikan individu adalah izin dari Allah Swt..
kepada individu untuk memanfaatkan
sesuatu.
Allah Swt. telah memberi hak kepada individu
untuk memiliki harta baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Tentu sepanjang
harta tersebut diperoleh melalui sebab-sebab yang dibolehkan, misalnya: hasil
kerja, warisan, pemberian negara, hadiah dan lain-lain.
Adanya kepemilikan individu ini, menjadikan
seseorang termotivasi untuk berusaha mencari harta, guna mencukupi
kebutuhannya. Sebab, secara naluriah, manusia memang memiliki keinginan untuk
memiliki harta. Dengan demikian, seseorang akan berusaha agar kebutuhannya
tercukupi. Dengan kata lain, dia akan berusaha untuk tidak hidup miskin.
b. Kepemilikan Umum adalah izin dari Allah Swt.
Kepada jamaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu.
Aset yang tergolong kepemilikan umum ini, tidak
boleh sama sekali dimiliki secara individu, atau dimonopoli oleh sekelompok
orang. Aset yang termasuk jenis ini adalah: pertama, segala sesuatu yang
menjadi kebutuhan vital masyarakat, dan akan menyebabkan persengkataan jika ia
lenyap, misalnya: padang rumput, air, pembangkit listrik, dan lain-lain; kedua,
segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu,
misalnya: sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain; ketiga, barang
tambang yang depositnya sangat besar, misalnya: emas, perak, minyak, batu bara,
dan lain-lain.
c. Kepemilikan Negara adalah setiap harta yang
menjadi hak kaum Muslim, tetapi hak pengelolaannya diwakilkan pada Khalifah
(sesuai ijtihadnya) sebagai kepala negara.
Aset yang termasuk jenis kepemilikan ini di
antaranya adalah: fa’i, kharaj, jizyah, atau pabrik-pabrik yang dibuat negara,
misalnya, pabrik mobil, mesin-mesin, dan lain-lain. Adanya kepemilikan negara
dalam Islam, jelas menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan, dan
aset-aset yang cukup banyak. Dengan demikian negara akan mampu menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai pengatur urusan rakyat. Termasuk di dalamnya adalah
memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan rakyat miskin.
2.
Pengelolaan
Kepemilikan
Pengelolaan
kepemilikan dalam Islam mencakup dua aspek, yaitu pengembangan harta
(tanmiyatul Mal) dan penginfaqkan harta (infaqul Mal). Baik pengembangan harta
maupun penginfaqkan harta, Islam telah mengatur dengan berbagai hukum. Islam,
misalnya, melarang seseorang untuk mengembangkan hartanya dengan cara ribawi,
atau melarang seseorang bersifat kikir, dan sebagainya. Atau misalnya, Islam
mewajibkan seseorang untuk menginfaqkan (menafkahkan) hartanya untuk anak dan
istrinya, untuk membayar zakat, dan lain-lain. Jelaslah, bahwa dengan adanya
pengaturan pengelolaan kepemilikan, akan menjadikan harta itu beredar,
perekonomian menjadi berkembang, dan
kemiskinan dapat di atasi.
3. Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah
Masyarakat
Buruknya
distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat telah menjadi faktor terpenting
penyebab terjadinya kemiskinan. Oleh karena itu, masalah pengaturan distribusi
kekayaan ini, menjadi kunci utama penyelesaian masalah kemiskinan. Dengan
mengamati hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akan kita
jumpai secara umum hukum-hukum tersebut senatiasa mengarah pada terwujudnya
distribusi kekayaan secara adil dalam masyarakat. Apa yang telah diuraikan
sebelumnya tentang jenis-jenis kepemilikan dan pengelolaan kepemilikan, jelas
sekali, secara langsung atau tidak langsung mengarah kepada terciptanya
distribusi kekayaan.
Lebih
dari itu, negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta
kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang
tanah kepada soseorang yang mampu untuk mengelolanya. Bahkan setiap individu
berhak menghidupkan tanah mati, dengan menggarapnya; yang dengan cara itu dia
berhak memilikinya. Sebaliknya, negara berhak mengambil tanah pertanian yang
ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut. Semua itu
menggambarkan, bagaimana syariat Islam menciptakan distribusi kekayaan,
sekaligus menciptakan produktivitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia,
yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.
VI. Analisa
Dari ayat-ayat yang dipaparkan di atas
kita melihat bahwa, Allah telah memberikan ayat-ayat yang cukup jelas tentang
laut, dan kemanfaatanya. Dimulai dari mengingatkan akan kapal-kapal yang
berlayar di lautan dengan membawa barang-barang dagangan sebagai aktivitas
perdagangan mereka. Semua itu adalah satu di antara tanda kebesaran-Nya.
Kemudian Allah jualah yang menundukkan
laut agar manusia dapat mengambil segala yang di dalamnya dengan cara langsung
atau up date. Allahlah yang telah menundukkan kapal dari segala goncangan ombak
dan badai serta gangguan lain agar manusia dapat mengambil sebagian dari
karunia-Nya.
Kebesaran-Nya menjadikan laut asin dan
tawar untuk kehidupan manusia, agar manusia dapat memakan daging yang segar,
mengambil perbendaharaan yang ada di dalam laut berupa; perhiasan dan barang
tambang.
1. Penafsiran-penafsiran yang ada; lebih
menekankan dari sisi akidah, tentang kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya dalam
menundukkan lautan yang bisa tenang dan ganas, serta menundukkan kapal-kapal
agar bisa berlayar di atas permukaannya. Ulasan ini kemudian dibawa untuk
difikirkan bagi manusia apakah belum cukup semua ini menjadikan manusia bersyukur.
2. Belum
ditemukan penafsiran yang menggagas secara khusus tentang bagaimana hubungan
timbal balik, dari konsekwensi ayat-ayat yang telah diturunkan oleh Allah SWT
di atas. Sementara kalau digagas akan sangat fital pengembangan potensi
kelautan ini, minimal ada 6 alasan utama
mengapa sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi untuk dibangun. Pertama, Indonesia memiliki sumberdaya laut
yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua,
Indonesia memiliki daya
saing (competitive advantage) yang tinggi dan sektor kelautan dan
perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang
dihasilkannya. Ketiga, industri di sektor kelautan dan perikanan
memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan
industri-industri lainnya. Keempat, sumberdaya di sektor kelautan dan
perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui (renewable
resource) sehingga bertahan dalanm jangka panjang asal diikuti dengan
pengelolaan yang arif. Kelima, investasi di sektor
kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana
dicermainkan dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang rendah
dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi pula. Keenam,
pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya lokal dengan input rupiah
namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar.[22]
3.
Padahal dari ayat-ayat di atas yang membicarakan Potensi sumber daya
kelautan dan perikanan, maka salah satu entry-point untuk memulai dan
melangsungkan pembangunannya adalah pengembangan investasi di sektor ini, yang
diyakini dapat menjadi industri kelautan yang kuat dan terintegrasi secara
vertikal maupun horizontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok industri
kelautan yakni:
(1) industri mineral dan energi laut,
(2) industri maritim termasuk industri galangan
kapal,
(3) industri pelayaran,
(4) industri pariwisata, dan
(5) industri perikanan.
Berdasarkan
pendekatan pembangunan industri yang terpadu, 5 (lima) kelompok industri
kelautan tersebut memiliki saling keterkaitan satu dengan lainnya, yakni (1)
sebagian dari konsumen industri mineral/energi dan industri maritim adalah
industri perikanan, pelayaran dan pariwisata, (2) sebagian dari konsumen
industri pelayaran adalah industri perikanan dan pariwisata, dan (3) sebagian
dari konsumen industri perikanan adalah industri pariwisata.
Dalam
kerangka ini maka industri perikanan dapat diproyeksikan sebagai salah satu
lokomotif pembangunan keempat industri kelautan lainnya. Artinya apabila
industri perikanan berkembang akan dapat menarik pertumbuhan keempat industri
lainnya. Oleh karenanya, untuk membangun industri kelautan yang tangguh
diperlukan industri perikanan yang kuat.
Dengan
pemikiran tersebut, sudah sewajarnya apabila pembangunan perikanan menjadi prime
mover dalam sektor ini. Lebih-lebih dalam situasi krisis ekonomi, usaha
perikanan mampu bertahan, bahkan dapat menyumbangkan penerimaan devisa negara,
utamanya usaha perikanan yang menghasilkan komoditas ekspor.[23]
4.
Segenap
pesan ayat tidak akan bisa menanggulangi masalah kemiskinan, jika pengelolaanya tidak juga diatur dengan
cara yang benar “agama”, sebab fakta membuktikan bahwa selama ini kondisi para
masyarakat peisisir juga belum banyak mengalami perubahan. Dan pijakan
kebijakan penanggulangan kemiskinan ini juga bukan hanya dari peningkatan
pertumbuhan ekonomi, namun lebih ke arah individu masyarakat, sistem kapitalis
terbukti tidak mampu merubah kemiskinan ini sebab akan berimbas pada semua
potensi hanya ada pada orang-orang kaya, dimana hal ini sangat dilarang dalam Islam,
sebagaimana firman-Nya: dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang artinya:
..”
Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. ”
An-Nabhani
mengatakan bahwa kemiskinan yang harus dipecahkan adalah kemiskinan yang menimpa
individu sehingga yang harus dilakukan adalah menjamin pemenuhan kebutuhan
pokoknya serta mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersiernya, dan jalan untuk mencapainya adalah dengan menciptakan distribusi
ekonomi yang adil di tengah-tengah masyarakat.[24]
5.
Peran
pemerintah dalam mengatur hajat hidup orang banyak ini juga ikut menentukan,
anggaran pengelolaan kelautan harus senantiasa ditingkatkan sejalan dengan
kemajuan yang yang akan dicapainya.[25]
VII. Penutup
Dengan
melihat paparan alQur’an di atas dapat kita simpulkan bahwa Islam telah
memberikan gambaran secara jelas bahwa laut memberikan kemanfaatan yang luar
biasa besar. Semua yang terkandung di dalamnya adalah untuk manusia agar
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia.
Bagi
bangsa Indonesia pengelolaan yang baik dan sesuai aturan akan sangat
mempengaruhi keberhasilan program pengentasan kemiskinan, lebih kusus
masyarakat pesisir.
Terma
yang digunakan dalam al Qur’an untuk menggambarkan laut cukup beragam,
sementara untuk yang terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi dapat memberikan
gambaran kepada kita akan sunber yang ada di dalamnya.
Adalah
sebuah kewajiban untuk memakmurkan dunia dan seisinya, semua yang dilakukan
agar difokuskan untuk mencoba mensyukuri segenap nikmat-nikmat yang telah
diberikan oleh Allah kepada kita, manusia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Marbawi,
Muhammad Idris, Kamus al-Marbawi (Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi,
1350 H).
As Sa’diy, Abdurrahman ibn Nashir, Taisir ak Karim al
Rahman, (Al Qahirah, Dar al manar, tt.).
An-Nabhani,
Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham
al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2000).
Al-Yasu’I, Lois Ma’luf, al-Munjid (Beirut:
al-Katulikyyah, 1927).
Dahuri, Rokhmin,
Strategi Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Berbasis Ekonomi
Kerakyatan. Seminar Nasional”Strategi Pengembangan Sumberdaya Perikanan dan
Kelautan Berbasis Ekonomi Kerakyatan”. 2004.
Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, terj. (Jakarta: Gema Insani, 2000).
[1]
http://rudyct.tripod.com/sem1_023/andy_a_zaelany.htm.
[4] Lois Ma’luf al-Yasu’I, al-Munjid
(Beirut: al-Katulikyyah, 1927), h. 613.
[5] Muhammad Idris al-Marbawi, Kamus
al-Marbawi (Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1350 H), h.391.
[6] Abdul-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah
fi-al-Tafsir al-Maudhu’i (Kairo: al-Hadharat al Gharbiyyah, 1977), h. 52.
[7] Ibid, h. 61-62.
[10] Abdurrahman ibn Nashir as Sa’diy, Taisir ak Karim al Rahman, (Al
Qahirah, Dar al manar, tt.), h. 78.
[11] Ibid, h. 436.
[12] Ibid, h. 462.
[13] Ibid, h. 643-644.
[14] Ibid, h. 686.
[15] Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani,
2000), h. 182. juz. 1.
[16] Ibid, h. 168, juz. 7.
[17] Ibid, h. 274, juz. 7.
[18] Ibid, h. , juz.9.
[19] Nelayan adalah orang
yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
Dari status penguasaan kapital, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan
tradisional dan nelayan buruh. Nelayan tradisional secara umum merupakan
kelompok sosial yang paling terpuruk tingkat kesejahteraannya, sementara
kondisi ini sangat dekat dengan tekanan ekonomi, pendapatan yang tidak menentu
sehingga menyebabkan rendahnya perolehan rumah tangga dari aktivitas sebagai
nelayan. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor baik positif maupun
negatif.
[20]
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0401/07/bahari/785579.htm
[22] Rokhmin Dahuri, Strategi Pengembangan Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan Berbasis Ekonomi Kerakyatan. Seminar Nasional”Strategi
Pengembangan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Berbasis Ekonomi Kerakyatan”.
2004. hal 30-64 , sebagaimana dikutip oleh T. Ersti Yulika Sari, nonnysaleh@hotmail.com.
[24] Taqyuddin
an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham
al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2000), hal. 21-23.
[25] Menteri
Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, mengusulkan peningkatan dana yang
diambil dari APBN sebesar Rp 3,5 trilliun untuk tahun 2005. "Dana yang
kita peroleh tahun ini cuma Rp 2 trilliun. Ini masih sangat kurang,"
ujarnya kepada Tempo News Room di Jakarta, Kamis (19/8).